Munculnya pemerintahan
Rembang secara tidak langsung erat kaitannya dengan pembrontakan Cina atau
perang pacina yang terjadi pada pemerintahan Paku Buwana II (1726-1749) di
Kerajaan Mataram Kartasura.
Pada tahun 1740 terjadi
“pembrontakan” orang-orang Cina yang meluas hampir ke selulruh Jawa.
Pembrontakan itu pada awalnya hanya berkecambuk di Jakarta (Batavia) sebagai
akibat tindakan sewenang-wenang dari orang-orang Belanda (VOC) terhadap
orang-orang Cina yang tinggal di Batavia. Pada waktu itu Jendral kompeni yaitu
Valkenier mengeluarkan peraturan yang mengharuskan orang-orang Cina atau Tiong
Hwa untuk memiliki surat ijin tinggal (Verblijf verguning di Hindia Belanda,
khususnya di Batavia yang pada waktu itu memang banyak orang-orang Cina yang
tinggal di kota itu. Tentu saja hal itu sangat mengejutkan bagi orang-orang
Cina yang tinggal lama di Batavia tanpa memiliki surat ijin tinggal. Apalagi
sejak semula kedatangan mereka ke Batavia sebagai perantau, bahkan sebagian
besar dari mereka memang didatangkan oleh Belanda untuk bekerja di
perkebunan-perkebunan atau perusahaan/perdagangan VOC, tidak pernah melalui
atau dikenakan persyaratan memiliki ijin tinggal. Oleh karena itu bisa
dimengerti peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Verkenier itu oleh
orang-orang Cina dianggap sebagai mengada-ada bahkan suatu penghianatan bagi
mereka. Lebih menyakitkan lagi bahkan surat ijin tinggal itu harus dibeli
dengan harga cukup mahal, dan bagi siapa saja (orang-orang Cina) yang tidak
mampu membeli akan dipulangkan ke Tiongkok dan sebagian lagi dikirim ke Sailan
untuk dipekerjakan pada perkembangan-perkebunan Belanda di negeri itu.
Pad waktu itu
“pembrontakan Cina” sudah mulai merebet ke Jawa Tengah, pada mulainya Paku
Buwana II memberikan dukungan sepenuhnya kepada pembrontakan tersebut yang di
pimpin oleh Tai Van Sen. Bahkan pada tahun 1741 benteng kompeni yang ada di
kartasura diserang para pembrontak dn dalam waktu yang singkat dapat diduduki. Bersama
dengan para prajurit Kartasura para pembrontak juga berhasil membunuh komandan
benteng kompeni Vilsen dan beberapa opsir lainnya, sedangkan prajurit-prajurit
kompeni lainnya yang bersedia masuk Islam diberi pengampunan. Setelah peristiwa
itu Paku Buwono II dengan semboyannya Perang Suci memerintahkan kepada para
bupati di seluruh wilayah Mataram untuk bergabung dengan pembrontakan Cina guna
menghancurkan kompeni. Oleh karena itulah pembrontak gabungan Cina dan Jawa ini
dengan cepat bisa meluas ke seluruh Jawa.
Khususnya Rembang yang
saat itu Bupatinya adalah Ngabehi Anggadjaja, perlawanan terhadap kompeni yang
dilandasi oleh Perang Suci itu betul-betul meletus setelah datangnya gerombolan
pemberontak Cina dari Batavia dibawah pimpinan Pajang. Pada waktu itu kota Rembang
di kepung selama 1 bulan, dan garnisun kompeni yang ada di kota itu tidak mampu
menghadapi pembrontak. Bahkan ada perintah dari semarang untuk melarikan diri,
pasukan kompeni itu tetap tidak mampu menerobos kepungan pembrontak. Ahirnya
garnisium kompeni dapat dihancurkan dan residen Rembang saat itu ikut terbunuh.
Peristiwa penghancuran Garnisun Kompeni di Rembang ini mulai terjadi pada 27
Juli 1741
Dalam pengepungan kota
Rembang oleh pembrontak selama 1 bulan, garnisun kompeni di kota ini nampaknya
harus berjuang sendiri menghadapi pembrontak. Artinya tidak ada bantuan dari
orang-orang pribumi setempat atau dari Bupati Rembang pada waktu itu yaitu
Ngabei Anggajaya. Sebagai salah satu bupati pesisiran, Anggajaya pasti
mempunyai prajurit yang besar, dan apabila mau juga pasti mampu menumpas segerombolan
Cina dibawah pimpinan Kerajaan Pajang. Dengan demikian dapat pula dipastikan
bahwa Bupati Rembang bersama prajuritnya memang bergabung dengan orang-orang
Cina untuk menghancurkan garnisun kompeni yang bersenjata lengkap. Dengan
demikian jatuhnya Kota Rembang pada tanggal 27 Juli 1741 merupakan peristiwa
heroik dan awal pergerakan rakyat Rembang melawan kompeni. Tanggal inilah yang
sekarang digunakan sebagai hari jadi Kota Rembang.
No comments:
Post a Comment