...”Sepasang Pengantin yang salah
satu atau keduanya merupakan warga desa Loram, wajib mengelilingi gapura Masjid
sebanyak 3 kali sambil membaca “Allahumma barik lana bil khoir” (Ya Allah
berkahilah kami dengan kebaikan).
Gapura Masjid Wali Loram Kulon, Kudus Tempat Tradisi Pengantin mengelilingi Gapura Masjid |
Seperti
biasa setiap saya melakukan perjalanan ke pelosok Rembang dan Kudus tidak
lengkap rasanya tanpa mencari-cari sesuatu unik dari ke dua daerah ini meski kadang itu membuat bahan
guyonan siapapun yang bersamaku saat perjalanan itu kata mereka aku sebagai
orang langka yang selalu mencari hal-hal yang aneh tapi ya memang beginilah
sebagai mahasiswa Sejarah hehe. Kebetulan hari Sabtu (15/09/12) saya dan adik
saya ke Kudus, yap sejenak mampir ke rumah teman saya Hilya Antami dan Endah
Setyoningsih (teman satu jurusan Sejarah) di desa Loram Kulon kabupaten Kudus.
Mereka agaknya membuat saya bertanya-tanya tentang tradisi unik yang ada di
desa mereka yaitu tradisi pengantin mengelilingi gapura kuno masjid desa Loram
mereka menyebutnya sebagai Masjid Wali atau Masjid At-Taqwa yang meniliki
gapura kuno abad 16 berbentuk mirip gapura Pura tempat suci agama Hindu di
Bali. Kebetulan juga pada hari ini saat saya ingin melihat masjid wali ini
sedang ada prosesi pengantin mengelilingi gapura masjid, sebuah moment yang
luar biasa bagiku, namun sayang saya tidak berbekal camera saku saking
terkesimanya dengan prosesi itu sampai-sampai saya lupa kalau kamera HP pun
juga bisa digunakan untuk mendokumentasikan. Nah sepasang pengantin sudah
selesai melakukan prosesi Ngubengi gapuro (mengelilingi gapura) eh lha saya baru
nyadar kalau ada kamera HP tapi ya sudahlah cukup memotret gapura ini tanpa ada
pengantinnya L.
Sembari melihat prosesi itu ada bapak-bapak paruh baya mendekati saya dan
menerangkan sedikit tentang sejarah masjid dan asal usul prosesi itu dengan sangat
ramahnya, nah berikut penjelasan sang bapak yang saya lupa menanyakan namanya
hehe
Sekilas Tentang Sejarah Berdirinya
Masjid Wali Loram Kulon, Kudus
Pintu tengah Gapura Masjid Wali yang dibagun abad 16 M |
Masjid
At-taqwa atau Masjid Wali menurut kisahnya didirikan oleh seorang muslim dari Campa Tjie Wie Guam, ia adalah
seorang pegembara yang singgah di Jepara yang saat itu sedang dipimpin oleh
Ratu Kalinyamat istri Sultan Hadiri yang merupakan menantu Sultan Trenggono
raja Demak. Jepara saat itu masih di bawah wilayah kerajaan Demak. Masjid Wali
didirikan sekitar tahun 1596-1597 bertepatan dengan saat-saat masa peralihan
Hindu-Budha ke Islam. Kudus yang ketika itu adalah wilayah agamis Hindu sulit
meninggalkan begitu saja tradisi Hindu yang bahkan sisanya masih sampai
sekarang seperti dilarang menyembelih sapi tapi diganti kerbau serta adanya
menara kudus (menara Adzan yang menyerupai Mehru bangunan yang biasanya ada di
Pura agama Hindu) di komplek masjid Menara dan makam Sunan Kudus. Begitu pula
saat Tjie Wie Guam menjadi orang yang sangat dekat dengan Sultan Hadiri, ada
yang bilang juga Tjie wie Guam adalah suami Roro Prodobinabar putri Sunan Kudus
ia ditugaskan untuk membuat masjid
dengan menambahkan ornamen-ornamen Hindu yaitu pada gapura masuk masjid
yang bertujuan agar warga sekitar tertarik dan mau masuk ajaran Islam.
Gapura
ini terbuat dari batu bata merah (sama halnya dengan Menara Kudus) yang disusun
dengan sangat rapi yang terdiri dari tiga pintu denga pintu tengah sebagai pintu
masuk utamanya namun menurut penuturan narasumber bata-bata itu sebagian besar
sudah tidak asli, namun sudah pernah dipugar yang dipimpin oleh para arkeolog
dari Surakarta. Pada tahun 1996 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa
Tengah menetapkan gapura masjid wali sebagai bangunan cagar budaya yang wajib
dilestarikan dan dipelihara.
Bagunan
asli dari masjid ini sebenarnya adalah kayu jati yang beberapa sudutnya
terdapat ukiran-ukiran cantik, adapula beduk serta tempat wudhu namun kini
telah dipugar beda jauh dengan bangunan aslinya, serta entah kemana peninggalan-ppeninggalan
itu. berkat keberhasilan besarnya itu ia diberikan julukan oleh Ratu Kalinyamat
dengan sebutan “Sungging Badar Duwung” yang jika diartikan satu-satu Sungging
berarti ahli ukir, Badar artinya Batu, dan Duwung berarti tatah (alat ukir). Dia
inilah yang dipercaya oleh masyarakat Kudus sebagai orang yang mengawali seni
ukir gebyok di Kudus.
Tradisi Pengantin Mengelilingi
Gapura Masjid Wali
Masyarakat Loram Kulon percaya bahwa
sepasang Pengantin yang salah satu atau keduanya merupakan warga desa Loram,
wajib mengelilingi gapura Masjid sebanyak 3 kali sambil membaca “Allahumma barik lana bil khoir” (Ya
Allah berkahilah kami dengan kebaikan) akan mendapankan limpahan rizki serta
kelangsungan kehidupan mereka akan langgeng penuh berkah Allah. Kepercayaan ini
tidak lepas dari tradisi ratusan tahun lalu yang telah mereka lakukan. Sesuai
kelanjutan cerita diatas setelah masjid berdiri kokoh lengkap dengan gapura
mirip Pura masyarakat Loram dan sekitarnya semakin banyak yang memeluk Agama
Islam yang dulunya beragama Hindu-Budha, setelah mereka selesai melaksanakan
ijab sepasang pengantin akan meminta didoakan oleh pendidri masjid tersebut
yaitu Tjie Wie Guam. Semakin lama semakin banyak pengantin yang minta didoakan
untuk mempesingakat waktu beliau menyuruh mereka untuk mengelilingi gapura dan
akan di doakan secara bersama-sama.
Setelah jaman modern seperti
sekarang prosesi ini sudah di kemas dengan modern setelah selesai melakukan ngubengi gapuro sepasang mempelai akan
melakukan prosesi foto dengan gapura masjid wali sebagai backgroundnya.
Sebenarnya ini bukanlah kewajiban namun masyarakat percaya siapa yang tidak
melakukan ritual ini suau saat akan mendapatkan banyak rintangan dalam
kehidupan berkeluarganya.