Disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Lisan Universitas Negeri Semarang
Ucapan terimaksih Saya Ucapkan kepada teman-teman
se-team:
SETYA
AGUNG PRIYATMAJA
ARIS
FAJAR YULIANTO
DENY DWI
PURNOMO
RIRIN
MEGA SARTIKA
WAHYU
DWI AJI
BAB I
PENDAHULUAN
Orang Cina pertama kali datang ke Indonesia pada tahun
413 M. Mereka adalah pendeta agama Budha yaitu Fa Hien dan Hwui Ning, mereka
singgah di pulau Jawa. Namun pada waktu itu, tidak ada orang Cina yang tinggal
di pulau Jawa. Ketika orang-orang Fuhien dari Canton pergi ke pulau Jawa untuk
mencari rempah-rempah, mereka banyak menetap di daerah pelabuhan pantura.
Kedatangan orang-orang Cina ke pulau Jawa dapat
diketahui dari perjalanan yang dilakukan oleh Laksamana Cheng Ho ke berbagai
wilayah di pulau Jawa pada awal abad ke-14. Kapal-kapal yang berlayar berasal
dari negara-negara asing, termasuk Cina yang mendarat di Tuban, Gresik, dan
Majapahit. Pada masa itu, Lasem termasuk bagian dari kekuasaan Majapahit. Hal
ini menyebabkan Lasem menjadi tempat tinggal bagi beberapa orang Cina yang
bekerja sebagai penjaga gerbang, orang sampan, maupun pedagang-padagang.
Lasem merupakan sebuah kota kecil di pesisir utara Jawa
Tengah yang terletak diantara kota Rembang dan Tuban. Lasem mempunyai sejarah
panjang tentang perkembangan etnis Cina. Di sinilah bangsa Cina pertama kali
mendarat di pulau Jawa. Lasem, sesungguhnya merupakan Tiongkok berskala kecil.
Kedatangan orang Cina di Jawa, terutama di Lasem dan
beberapa tempat lain di wilayah ini melahirkan kebudayaan baru. Kebudayaan ini
merupakan intisari dari adat-istiadat Cina yang kemudian diadopsi menjadi adat
daerah yang tidak luntur dari budaya Tionghoa sendiri. Masyarakat Cina di
wilayah Jawa terutama di Kecamatan Lasem lebih membaur dibandingkan dengan
masyarakat Eropa. Hal ini dipengaruhi oleh komunikasi yang baik dari masyarakat
lokal dengan masyarakat Tionghoa sendiri. Masyarakat Jawa menganggap masyarakat
Cina sebagai pedagang yang ulet dan terampil sehingga banyak pedagang lokal
yang meniru cara berdagang masyarakat Cina.
Para imigran Cina yang telah menetap selama lebih dari
dua atau tiga generasi dan berbaur dengan penduduk setempat menjadi terbiasa
dengan bahasa dan adat-istiadat dimana mereka berada. Para imigran Cina yang
telah berbaur dengan penduduk setempat tersebut kemudian mempunyai perhatian
yang cukup besar pada kebudayaan lokal dan perkembangan perekonomian daerah dimana
mereka menetap. Hal tersebut dapat tercermin dalam berbagai aspek kesenian
Jawa. Pengaruh dalam kesenian Jawa tampak jelas pada seni batik, khususnya pola
dan ragam hias dan warna yang digunakan, seperti dapat dijumpai pada batik
Cirebon, Pekalongan, dan Lasem. Sejumlah orang Cina yang berasal dari keluarga
Cina yang telah cukup lama menetap dan berbaur di Jawa, kemudian ada yang
berkembang menjadi ahli seni dan pelindung kesenian Jawa, bahkan ada dari
mereka yang terjun menjadi penulis jawa.
wawancara dengan bapak Lim Peng Sun /Edy Suyanto |
Gelombang migrasi orang-orang Cina yang ke Indonesia
meningkat pesat sejak abad ke-19. Seiring perkembangan jaman, dikarenakan
adanya pembagian stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ras, maka keberadaan
etnis Cina di Indonesia membentuk suatu kelompok masyarakat yang bertempat
tinggal dalam suatu kawasan yang disebut “ kampung pecinan “. Etnis Cina di
kawasan pecinan Lasem mempunyai keunikan, karena memiliki kebudayaan,
kepercayaan, dan agama yang berbeda dengan masyarakat pribumi atau Jawa, mereka
membuat wilayah atau kawasan yang terpisah dengan penduduk asli. Di Kecamatan Lasem terdapat sebuah
kawasan yang menjadi tempat tinggal dari masyarakat Tionghoa dan menjadi tempat
berkembangnya budaya Cina asli.
Perkembangan kebudayaan Cina di Lasem yang berlangsung
secara spiral sejak kedatangan bangsa Cina sampai masa berakhirnya Orde Baru
berlangsung mengalami banyak perubahan. Pada awal Orde Baru berlangsung,
Presiden mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membatasi ruang gerak etnis
Cina. Hal ini dilakukan pemerintah Orde Baru untuk mengurangi kesenjangan
penduduk asli dengan orang Cina. Pada masa Orde Baru inilah perkembangan etnis
Cina di Indonesia khususnya di Lasem mengalami pasang surut.
Di Lasem, penduduk asli sangat menghormati adat-istiadat
dan kebudayaan masyarakat Cina. Bahkan sebagian besar dari mereka memeluk agama
Islam, Kristen, Katolik, atau Budha sebagai kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (Monografi
Kecamatan Lasem tahun 1980-1998). Dalam pembaurannya masyarakat Cina di Lasem
sangat menghormati adat-istiadat penduduk asli, begitu juga hal yang sama
dilakukan penduduk asli sehingga terjalinnya hubungan yang baik antara etnis
Cina di Lasem dan penduduk asli.
A. Keadaaan Geografis
Kota Lasem
Lasem adalah sebuah kota kecil yang
letaknya diantara kota Rembang di Jawa Tengah dan Tuban di Jawa Timur.
Keberadaan Etnis Cina di Lasem dipengaruhi oleh letak dan keadaan geografis di
kecamatan Lasem. Lasem merupakan salah satu wilayah yang menjadi bagian
Kabupaten Rembang yang seluas 1.014,48 km2 dan terletak di jalur
pantai utara Jawa yang menghadap laut di sebelah utara dan membelakangi hutan
jati di selatan, di sebelah barat berdiri Gunung Argopuro dan di sebelah timur
terbentang sawah yang luas, berada pada posisi koordinat 6’42’
Lintang Selatan dan 111’25’ Bujur Timur.
Secara geografis daerah Lasem dibagi menjadi tiga yaitu
:
a.
Daerah pantai yang berpusat di
Caruban kelurahan Gedungmulyo dan desa Bonang.
b.
Daerah dataran rendah yang
terdapat di sekitar kota Lasem yang dialiri sungai Babagan.
c.
Daerah pegunungan dengan
puncak-puncaknya antara lain Gunung Ngeblek, Gunung Sarto dan sebagai puncak
tertinggi adalah Gunung Argopuro.
Batas wilayah administratif Lasem
adalah sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa, sebelah barat berbatasan
dengan Kecamatan Rembang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pancur,
dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sluke.
Iklim di daerah Lasem terdiri dari
musim kemarau yang jatuh pada bulan Juni sampai dengan Oktober, musim pancaroba
mulai bulan Nopember sampai dengan Desember atau dari April sampai Mei, dan
penghujan pada bulan Januari sampai Maret serta kondisi tanah yang kering dan
curah hujan yang tidak begitu banyak dengan pegunungan-pegunungan di daerah
Lasem menyebabkan pertanian tidak begitu menguntungkan bagi masyarakat.
Kecamatan Lasem terdiri dari 23 desa
yang masing-masing membawahi beberapa Dukuh diantaranya : Karangturi, Gedungmulyo,
Soditan, Babagan, Ngemplak, Selopuro, Karasgede, Sumbergirang, Dasun, Pabean,
Jolotundo, Kauman, Doro Kandang, Tulis, Warugunung, Polandak, Kajar, Caruban,
Goak, Tluweg, dan Gambiran.
B.
Sejarah Masuknya Etnis
Cina Di Kota Lasem
Kecamatan Lasem mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan kecamatan-kecamatan lain. Hal ini disebabkan
oleh keunikan-keunikan yang jarang ditemui di kecamatan-kecamatan lain terutama
disepanjang pantai utara Jawa. Salah satu diantaranya adalah adanya pecinan.
Pecinan adalah wilayah atau kawasan yang dihuni oleh orang-orang Cina dan
kawasan tersebut terdapat pemukiman atau rumah tinggal dan rumah persembahan (Klenteng), disamping
itu adanya budaya Cina yang kental. Pecinan di kecamatan Lasem memiliki perbedaan
debgan pecinan yang lain.
Kawasan pecinan Lasem masih sangat
kental dengan budaya Tiongkok bahkan kota Lasem dapat disebut juga sebagai Tiongkoknya
Jawa (The Tiongkok of Java).............BACA SELENGKAPNYA >>
wawancara dengan Sejarawan Lasem Bp.Slamet Wijaya |
Berdasarkan sumber-sumber Cina, bangsa Cina
telah mengenal Jawa sejak awal abad pertama masehi. Hal tersebut di tunjukkan
oleh catatan Cina tentang terdamparnya pendeta Budha, Fa Hsien yang sering disebut
Fa Hian/Fa
Xian dan Hwui Ning di sebuah pulau yang bernama “Ya-Wa-Di”. Pendeta Fa Hian
tinggal di Jawa selama 5 bulan setelah berlayar selama 90 hari dalam perjalanan
dari Sri Lanka ke Kanton pada tahun 414 M. “Ya-Wa-Di” adalah transliterisasi
Cina dan toponim Jawa Dwipa sebutan Jawa dalam teks Sansekerta. Selain itu,
sejumlah benda prasejarah yang ditemukan di Indonesia menunjukkan terjadinya
interaksi bangsa Cina dengan Nusantara. Berbagai kapak batu Neolitikum yang di
temukan memiliki persamaan dengan kapak giok/zamrud yang ditemukan di Tiongkok dan berasal dari
zaman yang sama. Hal tersebut dilaporkan oleh Ma Huan, seorang sekretaris dari
Admiral Zheng He (Cheng Ho) yang melakukan ekspedisi ke Asia Tenggara atas
perintah Pemerintahan Ming. Ma Huan menggambarkan mengenai pesatnya pertumbuhan
pemukiman imigran Cina di kota-kota Gresik, Surabaya, dan sejumlah kota-kota di pantura (Kumar,
1996 : 201-202).
Menurut N. J. Krom, sudah ada hunian-hunian orang Tionghoa selama jaman Majapahit (1294–1527) sebelum
kedatangan Zeng-He (Cheng-Ho). Orang-orang Cina datang ke Jawa sebagai pedagang dan sedikit membuat hunian. Dalam puncak
kejayaan kerajaan Majapahit pada abad ke-4, kaum ningrat Jawa sudah memakai barang mewah
dari Cina, seperti pakaian dan porselen
Kedatangan bangsa Cina ke Lasem
tidak diketahui secara pasti. Pada zaman Dinasti Ming, sekitar tahun 1303 Saka/sekitar tahun 1381 M,
Laksamana Cheng-Ho melakukan ekspedisi ke Nusantara dan tinggal di Lasem. Kedatangan
perdana Laksamana Cheng Ho ini merupakan pembaharuan yaitu dibukanya lahan baru
bagi etnis Cina dalam perdagangan, yaitu mendirikan kongsi-kongsi dagang di wilayah
Jawa. Di samping itu juga adanya unsure politik dan budaya yang ikut berperan
dalam kedatangan Cheng Ho ke wilayah Jawa terutama di Lasem. Politik dan budaya
yang di bawa Cheng Ho dimaksudkan akan adanya hubungan yang terjalin baik
dengan kerajaan-kerajaan di Jawa. Sedangkan aspek budaya yang Cheng Ho bawa adalah
penyebaran agama Islam, dimana penyebaran Islam di Jawa berlangsung secara
damai sehingga masyarakat menerima dan belajar. Sehingga kedatangan Cheng Ho ke
Lasem dapat diterima dengan baik.
Laksamana Cheng Ho yang kurang lebih
7 kali melakukan perjalanan ke Jawa. Dalam sebuah perjalanan ekspedisi Cheng Ho
yaitu kira-kira pada tahun 1335/tahun 1413 M, pada masa dinasti Ming salah satu anak buah Cheng Ho
yang menjadi nahkoda dan bangsawan dari negeri Campa yang bernama Bie Nang Oen
melabuhkan kapal di pantai Bonang. Selanjutnya tempat dimana Bie Nang Oen
berlabuh disebut Binangun. Bie Nang Oen ingin menetap di Lasem untuk menyebarkan
agama Islam diantara orang-orang pribumi. Kemudian Bie Nang Oen membawa seluruh keluarganya
dengan keperluan menetap disebuah bidang tanah di daerah Kemendhong, Lasem yang
sudah diberikan kepadanya oleh Pangeran Wira Braja.
Kedatangan bangsa Cina ke pesisir
utara Jawa tidak terhenti begitu saja. Pada abad ke-13 sampai abad ke-19,
pedagang dari Gujarat (India) dan Cina banyak melakukan perdagangan dengan
kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Perjalanan yang ditempuh disebut jalan atau
jalur sutra, jalan sutra merupakan jalan yang dilewati para pedagang dalam
perdagangan yang melewati India, Cina, Malaya (Malaysia), Sumatra, dan Jawa.
Jalur perdagangan tersebut melalui darat dan sebagian besar melalui laut. Untuk
jalur perdagangan darat, menggunakan tenaga kuda dan kerbau sebagai
transportasi. Dimana wilayah jangkauannya meliputi kota kerajaan yang jauh dari
laut, seperti wilayah Jawa yaitu di kerajaan Majapahit. Barang yang
diperdagangkan berupa keramik, kain sutra, rempah-rempah dan kerajinan logam lain yang dapat
diperdagangkan. Pada saat terjadi perang atau geger pecinan dan pembunuhan
missal yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda terhadap orang-orang Cina di Jakarta,
maka orang-orang
Cina tersebut kemudian bergerak menuju sungai-sungai besar di pedalaman dengan menggunakan jalur
laut dan beberapa diantaranya menuju Lasem.
Selain itu pada awal abad ke-19,
bencana alam dan gejolak politik menyebabkan terjadinya perang yang tidak
berkesudahan di daratan Tiongkok yang mengakibatkan banyak orang Tionghoa
meninggalkan negerinya untuk mencoba memperbaiki kehidupannya di negeri orang.
Jutaan orang Tionghoa menyebar mulai dari Asia Tenggara seperti Filipina,
Vietnam, Thailand, Burma, Kamboja, Malaysia, Singapura. Mauritius, Afrika
Selatan, Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, kepulauan Pasifik, sampai
Indonesia. Kabar adanya tanah baru yang menjanjikan di selatan (Indonesia)
merupakan berita yang sangat menarik bagi orang-orang Cina, maka terjadilah gelombang imigran
besar--besaran
terjadi.
Para imigran Tionghoa yang dating ke
Lasem tidak hanya berasal dari satu kelompok suku bangsa. Akan tetapi mereka
berasal dari berbagai suku bangsa di negeri Tiongkok dan tempatnya pun saling
berjauhan atau terpisah.
Suku bangsa Hokkian yang mendiami
pemukiman Cina di Lasem berasal dari daerah Fukien Selatan dan merupakan
imigran terbesar di Negara-Negara Asia pada abad ke-19. Suku ini memiliki sifat dagang yang
kuat dan keahlian dagang ini telah dikenal sejak lama. Hal ini dikarenakan
daerah asal suku Hokkian adalah pusat perdagangan di Cina daratan bagian
selatan. Di Lasem dengan sifat ulet mereka, perdagangan baik kecil maupun besar
dapat dikuasai.
Sudut Pecinan Lasem Desa karangturi |
Suku bangsa Hokka yang berdiam di
Lasem berasal dari provinsi Guandong di bagian Cina Selatan. Suku ini lebih
suka merantau ke daerah seberang lautan. Dengan keadaan geografis yang berupa
pegunungan kapur yang tandus sehingga sulit untuk pengembangan pertanian,
mendorong suku ini mencari penghidupan di daerah lain, termasuk Lasem. Orang
Hokka adalah orang yang paling miskin diantara orang Tionghoa yang lain.
Suku bangsa lain yang membentuk
pemukiman di Lasem adalah Tie Ciu dan Kwang Fu yang berasal dari pantai utara
Cina, yaitu didaerah pedalaman Swatow di bagian timur provinsi Kwantung. Suku
ini kemudian meninggalkan Lasem karena mereka menjadi kuli tambang dan pekerja
perkebunan di luar Jawa (Koentjoraningrat, 1979 : 347-348). Orang-orang Cina ini lebih
dikenal sebagai Cina Totok dan Cina peranakan yang memiliki perbedaan lafal
ucapan, sosial budaya, corak pendidikan, adat istiadat dan kekerabatannya. Pada
waktu agresi militer Belanda II, jumlah orang-orang Cina meningkat yaitu kurang lebih 6000 orang
tinggal di daerah Lasem dan Pamotan (wawancara dengan Bapak Akrom Unjia, 19 November 2010).
Pada saat yang sama pemerintah
Hindia Belanda yang kemudian menguasai Indonesia, mempunyai kepentingan untuk
pengembangan usaha dagangnya. Belanda membuat persyaratan-persyaratan kontrak
dagang yang lebih menguntungkan orang Cina dibandingkan dengan pribumi. Dengan
demikian para pedagang Cina menjadi agen utama yang dominan dalam perekonomian
di pulau Jawa. Pada dekade pertama abad ke-20 pedagang Cina yang kaya menjadi orang-orang terkemuka di kota-kota besar di pulau Jawa.
Sumber Belanda menyebutkan bahwa,
…..” The prosperity of Lasem port
may be attribute to the western Asians and the Chinese, who come there to
collect pepper “.
“ every year two or three junks
left Lasem for port of Chinese moslem to bycloves, sugar and opium “.
…..” Kemakmuran pelabuhan-pelabuhan Lasem mungkin
disebabkan oleh pedagang Asia Barat dan orang-orang Cina yang berkunjung disana untuk mengambil
lada “.
“ setiap tahun . dua atau tiga ping
meninggalkan pelabuhan Lasem ke Bandar-bandar muslim Cina untuk membeli cengkeh, gula dan
candu.
Adanya persaingan antara pedagang
Cina dan pemerintah Hindia Belanda maka terjadilah perseturuan. Perseturuan
tersebut berujung pada pembantaian terhadap orang-orang Cina. Pada saat Belanda melakukan
pembantaian orang-orang Cina di Lasem terjadi perlawanan dari orang Cina dan pribumi
Lasem yang dipimpin oleh orang Tionghoa yaitu Tumenggung Widyadiningrat atau
Oei Ing Kiat. Perlawanan tersebut mendapat bantuan dari kerajan Demak maka
terjadilah perang besar-besaran di Lasem, akan tetapi pertempuran tersebut dapat diredam
pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi pemerintah Hindia Belanda mengkawatirkan
adanya perlawanan susulan, maka pemerintah Belanda mengambil langkah dengan
mengangkat Wirabraja sebagai Adipati. Pada masa pemerintahan Wirabraja inilah
pemukiman etnis Cina yang tersebar di berbagai daerah di Lasem dijadikan satu
wilayah (dialokasikan yaitu di sebelah selatan pantai Lasem).
C.
Terbentuknya Kawasan
Pecinan di Kota
wawancara dengan Bp.Akron Ujia, dan Bp. Erwartono |
Tidak ada yang menjelaskan dimana
hunian pertama kali orang Tionghoa, dikarenakan kedatangan orang Tionghoa ke
Lasem dalam periode waktu yang berlainan. Dalam sejarah Indonesia, orang
Tionghoa menjual barangbarang kerajinan seperti keramik, kain sutra dan
kerajinan-kerajinan
yang dapat di ekspor. Sedangkan pedagang pribumi memberikan hasil bumi mereka. dari tahun ke tahun kedatangan mereka bukan hanya untuk berdagang
tetapi menjadi warga. Menempati tempat-tempat kosong untuk pemukiman, pertanian dan
kongsi dagang.
Sedangkan di Lasem terbentunya
pemukiman pecinan diperkirakan sejak kedatangan Bi Nang Un dan keluarganya di
Lasem sekitar tahun 1335 Saka. Kemudian pemerintah daerah memberikan lahan Bi
Nang Un mendirikan pemukiman. Semakin lama imigran Cina semakin banyak dan
lahan yang disediakan pun semakin kecil. Adanya perluasan wilayah, etnis Cina
kemudian menyebar ke pelosok wilayah Lasem, Pamotan, Rembang, Sale, dan daerah
yang kiranya dapat dijadikan sebagai lahan pertanian yang luas. Baru pada masa
Pangeran Wirabraja menempatkan orang-orang Cina satu kawasan terpisah dengan orang pribumi, yang
menyebabkan daerah Kumedung sampai Tegal Bentung menjadi wilayah imigran Cina. Orang-orang Cina tersebut
bermukim di daerah-daerah yang telah dihuni oleh orang Cina sehingga terbentuklah
pemukiman yang disebut “ Pecinan “.
Sejarah panjang kedatangan bangsa
Cina di Lasem hingga membentuk kawasan tidak bisa lepas dari kehidupan sosial mereka terhadap
penduduk asli (Jawa). Keberadaan etnis Cina yang lama membuat mereka mengerti
tentang seluk beluk kebudayaan Jawa yang mempengaruhi keberadaan meraka sebagai
imigran yang baik. Mayoritas orang Tionghoa tinggal di rumah-rumah yang dekat alun-alun Kawasan pecinan Lasem yang digunakan bermukim
sejak dahulu berada di tepi jalan raya. Beberapa daerah yang menjadi kawasan
pecinan Lasem dari tahun ke tahun diantaranya Kumedung, Tegal Bentung, Gedung
Mulyo, Soditan, Karang Turi, Sumbergirang, dan Babagan.
BAB II
ISI
- Keadaan Ekonomi Etnis Cina di Kawasan Pecinan Lasem (1945-1965)
Dalam bidang perekonomian,etnis Cina
di kecamatan Lasem umumnya memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja dibidang
jasa dan perdagangan. Pada awal kedatangannya, etnis Cina yang bertempat
tinggal di kawasan pecinan Lasem selain bermata pencaharian sebagai pedagang
juga menjadi petani dengan menanam tebu dan tanaman pangan lain. Hal ini
dikarenakan orang Cina memiliki pengetahuan tentang teknologi pertanian yang
lebih maju.
Klenteng Poo An Bio Lasem dibangun Abad 16 M |
Pada tahun 1945 sampaidengan tahun
1965
orang-orang Tionghwa telah menguasai perekonomian kota Lasem bahkan jauh sebelum itu mereka
sudah menguasai sektor perekonomian.Pada abad 14 kapal-kapal Cina dating dan
singgah di Lasem melalui pelabuhan Ndasun.Mereka juga menggunakan sungai
babagan (sungai yang membelah kota Lasem) untuk lalulintas perdagangan maka tak
mengherankan kalau mereka sekarang atau saat itu mendirikan bagunan di sekitar sungai
Bagan tersebut.Dan jika kita lihat sekarang banyak berdiri bangunan-bangunan
Cina yang masih utuh berusia ratusan tahun dan jika orang melihatnya bagaikan
kota Cina masa lalu.(wawancara dengan
bapak Selamet Wijaya, 18 November 2010)
Para petani Cina yang memiliki
kemampuan dalam teknik pembuatan gula kemudian menanam tebu dan memprosesnya
sampai menjadi gula. Hal ini banyak menyebabkan munculnya pabrik-pabrik gula.
Salah satu pabrik yang pertama kali dibangun pada masa pemerintahan Gubernur
Jendral Van Den Bosch pada tahun 1830 yaitu pada masa tanam paksa (Cultuur
Stelsel) adalah pabrik gula di Dukuh Tulis yang termasuk bagian Kelurahan
Selopuro.
Gula-gula yang telah dibuat kemudian
dipasarkan oleh pedagang yang mayoritas etnis Cina didalam maupun diluar daerah
dengan menggunakan lokomotif pengangkut gula dari pabrik gula ke stasiun Lasem
untuk dibawa keluar daerah.
Selain menjadi petani, orang-orang
Cina di Lasem juga banyak yang menekuni kegiatan perdagangan dan industri. Pada
masa kerajaan, orang Cina di Lasem terkenal dengan pedagang beras. Etnis Cina
di kawasan pecinan Lasem juga memanfaatkan berbagai kekayaan alam dan budaya tersebut dengan membeli
barang-barang tersebut dari penduduk setempat untuk dijual kembali baik didalam
maupun diluar daerah. Hal ini mengakibatkan etnis Cina menguasai perekonomian
di kecamatan Lasem, dimana sebagian besar sektor perdagangan dan industri besar dikuasai oleh
etnis Cina. (wawancara dengan Bapak Slamet Wijaya, 18 November
2010).
Dalam perkembangannya etnis Cina di kecamatan
Lasem banyak membantu mengembangkan perekonomian yang terpuruk. Keterpurukan
ini karena tidak berfungsinya pelabuhan Lasem yang ada pada masa sebelumnya
menjadi Bandar pardagangan dari masa
Islam sampai kolonialisme Belanda dan juga matinya pabrik-pabrik yang dulunya
mendukung dan menopang perekonomian Lasem.
- Interaksi Antara Etnis China Dan Penduduk Pribumi (1945 -1965)
Hubungan sosial etnis Cina dengan
masyarakat pribumi di kawasan pecinan Lasem dipengaruhi oleh keragaman etnis
dan lingkungannya. Masyarakat Tionghoa di Lasem terbentuk sebagai hasil dari
aktivitas individu yang tidak terorganisir (Koentjaraningrat, 1979 :347-348).
Adanya interaksi dengan warga dan budaya baru etnis Cina yang baru datang banyak mengalami
kesulitan dalam berinteraksi salah satunya adalah kesulitan berkomunikasi
dengan asli karena bahasa yang berbeda. Setelah memahami bahasa pribumi, maka
terjadilah interaksi sosial diantar warga Tionghoa dengan masyarakat pribumi.
Pada masa kerajaan, orang-orang
Tionghaoa telah menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat dan memiliki
kebebasan untuk berhubungan dengan masyarakat lain, termasuk masyarakat Kraton.
Karena masyarakat Cina di Lasem bersifat terbuka dan mau menerima tradisi
sosial masyarakat yang sudah ada yaitu masayarakat Jawa. Pedagang-pedagang Cina
yang ulet dalam menjalankan usahanya kemudian banyak yang bermigrasi ke daerah
lain dan berinteraksi dengan masyarakat yang baru. Walaupun mereka jauh dari kampung halaman namun mereka
dapat berhasil dan berkembang baik (wawancara dengan Bapak Akrom Unjiya, 18 November 2010).
Mereka
tidak mau menonjol, cina yang berbaur dengan orang jawa mempertahankan karakter
mereka.berusaha untuk menyatu dengan penduduk pribumi tapi tidak mau menonjol dan berusaha
jangan sampai terjadi perselisihan. Mereka
Justru berusaha untuk menyelamatkan komunitas mereka
yang selalu berfokus pada bidang perdagangan. Lewat perdaganganlah mereka bisa
berbaur dengan penduduk pribumi, karena itu memang karakter mereka. Hubungan
pribumi dengan penduduk Tionghwa baik. Respon orang muslim dengan orang cina
baik juga bahkan salah satu kiai Lasem mendukung adanya barongsai. Banyak
peninggalan bisa dilihat sampai sekarang seperti galangan kapal di
Dasun,bangunan Cina dan 3 buah klenteng. (wawancara dengan Bapak AkromUnjiya, 18 November 2010)
Sudut Pecinan Lasem sepi dan Kurang terawat |
Sekarang ini masyarakat Cina yang
ada di pecinan Lasem sudah hampir serupa dengan masyarakat asli (Jawa) baik dari segi fisik maupun
kebudayaannya sehingga sulit membedakan antara orang Cina dan Jawa. Bahkan
mualaf Cina (orang Cina yang memeluk agama Islam) maupun yang beragama Islam
menjalankan kepercayaan dan adat istiadat yang sama dengan penduduk asli
sehingga pembauran dengan warga pribumi berlangsung dengan baik tanpa
meninggalkan kebudayaan Tiongkok mereka.
Pada dasarnya factor-factor pendukung yang
mempengaruhi hubungan sosial orang-orang Cina di pecinan Lasem dengan masyarakat asli (Jawa) adalah
sebagai berikut :
1.
Menetapnya orang Cina sudah
cukup lama.
2.
Agama yang dianut oleh sebagian
besar warga Cina di kota Lasem adalah Islam.
3.
Sebagian orang-orang Cina sudah menikah
dengan masyarakat asli (Jawa).
4.
Masyarakat di pecinan Lasem
sangat menghormati adanya budaya asli (Jawa) begitu juga penduduk asli
(wawancara dengan Bapak Mulyadi, 31 Desember 2010).
Pendidikan juga menjadi faktor utama dalam kehidupan sosial
masyarakat Cina di kawasan pecinan Lasem. Mereka memiliki keyakinan bahwa
dengan adanya peningkatan pendidikan maka akan terjadi peningkatan ekonomi
serta sosial masyarakat. Dengan begitu masyarakat Cina Lasem mempunyai
pemikiran untuk belajar bersama dengan penduduk pribumi. Kemudian dengan
masuknya Islam, yang juga dibawa saudagar-saudagar Cina bahkan dengan adanya
beberapa wali yang keturunan orang Cina mempererat hubungan sosial masyarakat
sehingga hubungan masyarakat Jawa dan Cina menjadi semakin kompleks.
- Keadaan Budaya Etnis Cina Di Kawasan Pecinan Lasem (1945 -1965)
Pecinan Lasem sepi dengan tembok yang menjulang tinggi |
Keadaan budaya etnis Cina di Lasem
masih menerapkan sistem tradisional yaitu kepercayaan yang sudah ada sejak
dahulu (adat istiadat dari leluhur). Tradisi yang berlaku didalam masyarakat
yang masih dilestarikan memperkuat keseimbangan hubungan-hubungan sosial, yang
kesemuanya itu menimbulkan rasa aman dan tentram dengan kepastian terhadap
permasalahan yang dihadapi.
Dalam bidang agama, mayoritas penduduk
Lasem merupakan orang Islam taat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masjid,
mushola, dan pondok pesantren yang dibangun. Demikian halnya dengan kawasan
pecinan Lasem, terdapat penduduk Cina Lasem yang menjadi umat Islam yang taat
dan aktif dalam kegiatan-kegiatan Islam seperti halnya orang-orang Cina yang
menganut agama Kristen protestan maupun Katholik yang juga aktif dalam kegiatan
gereja, meskipun di wilayah tersebut terdapat beberapa Klenteng.
Kebudayaan Cina di Lasem sangat
banyak diantaranya perayaan-perayaan etnis Cina di kawasan pecinan Lasem yang
memiliki jenis dan ragam yang berbeda-beda baik suku maupun kepercayaan,
misalnya perayaan-perayaan yang dilakukan oleh orang Cina yaitu dengan perayaan
“ Cap Go Meh “ di klenteng “ Gie Yong Bio “, Babagan. Perayaan ini tidak
terlepas dari sejarah perjuangan pribumi dan etnis Cina yang saling bahu
membahu menentang kolonialisme (wawancara dengan Bapak Muhari, 18 November 2010). Selain perayaan “ Cap
Go Meh “ juga terdapat “ Tradisi Klenteng “. Tradisi Klenteng adalah kunjungan
masyarakat di klenteng-klenteng di kawasan pecinan Lasem. Kunjungan klenteng
tersebut dapat menjadi bagian dari upacara yang diselenggarakan secara periodik, biasanya pada hari
besar atau bulan-bulan tertentu sesuai dengan kepercayaan. Terdapat tiga
klenteng di Lasem yang disebut Trimurti ; pertama klenteng Cu An Kiong di
Dasun, kedua klenteng Poo An Bio di Karang Turi dan ketiga klenteng Gie Yong
Bio di Babagan. (wawancara dengan Bapak Supriyanto,18 November 2010)
Meskipun terdapat perbedaan agama
ataupun kebudayaan, masyarakat di kecamatan Lasem tetap terjalin hubungan yang
baik antara etnis satu dengan yang lainnya. Orang-orang Cina di Lasem tetap
mempertahankan kebudayaan leluhurnya walaupun pada perkembangannya unsur-unsur budaya
yang menghambat kelangsungan hidup akhirnya mereka lepaskan.
Orang-orang Cina di Lasem banyak memberikan kontribusi
dalam pembangunan di kecamatan Lasem, seperti pengadaan sarana penunjang
pendidikan masyarakat, saran untuk kepentingan umum seperti saluran air bahkan
ikut membantu pembangunan masjid. Hal yang sama dilakukan warga asli (Jawa)
yang sebagian besar orang Islam dalam kegiatan-kegiatan di pecinan Lasem, sering ikut dan
memeriahkan kegiatan-kegiatan etnis Cina dan juga keikutsertaan mereka dalam perenovasian
Klenteng-klenteng
dan rumah-rumah
milik etnis Cina. Pemerintah daerah juga ikut terjun dalam memelihara
peninggalan sejarah yang berarti di kecamatan Lasem. Disamping sebagai kegiatan
sosial yang dilakukan oleh pemerintah daerah, pemeliharaan pelestarian
peninggalan sejarah dapat terjaga sebagai bukti keberadaa etnis Cina yang
membawa nuansa Cina di Lasem.
D.
Peran etnis Cina dalam mengisi kemerdekaan
Gerbang rumah di pecinan Lasem |
Perkembangan sejarah yang cukup lama Cina
Lasem sudah ada sejak abad 14 hingga 16 menurut pakar sejarah. Gelombang
migrasi Cina ke tanah Jawa jaman majapahit mengalami pasang surut dalam posisi
eksistensinya. Pada awal kemerdekaan memukul posisi mereka artinya dalam bidang
sosial, politik dan ekonomi. Pasca kemerdekaan secara politik posisi mereka
mengambang walaupun mereka ikut pergolakan lewat kegiatan perniagaan. Sebelum
penjajah datang orang-orang cina berusaha mencari jati diri mereka di tanah
Jawa serta jaman Belanda mereka mendapatkan posisi yang lebih tinggi dari
penduduk pribumi karena mereka masuk dalam golongan penduduk asing non-Eropa,
sisi unik dari Lasem adalah sejak berabad-abad sebelumnya sudah bisa berbaur
sehingga jika terjadi pergolakan tidak begitu terlihat. Sebagai barometer
pecinan di Jawa pelabihan Lasem dan etnis Cina tidak dapat dipisahkan karena
mereka menguasai perekonomian. Dalam menjalankan perekonomian mereka biasa
melakukan perdagangan candu gelap dari luar negeri ke Indonesia dan sebaliknya
melalui pelabuhan Dasun Lasem. Saat penjajahan dan awal kemerdekaan mereka masih
bisa bertahan dan dalam posisi aman karena kegiatan perdagangan mereka masih
bisa bertahan dan menjalankan perekonomian lewat kegiatan perdagangan antar
pulau atau antar negara.
Pada jaman Jepang posisi meraka pun
ngambang, apakah ikut Jepang atau Indonesia. Saat kondisi global yaitu
berkembangnya komunis dan kapitalis mereka bingung karena membawa nama besar
Tiongkok, jadi tidak mungkin pro dengan kapital. Dalam beberapa teks hal
perjuangan kemerdekaan sedikit banyak dari mereka lewat perekonomian dengan
penyelundupan barang-barang dan senjata lewat pelabuhan Dasun, pelabuhan
Semarang dan Batavia. Ini jelas merupakan kebebasan yang luar biasa yang
diberikan Belanda kepada warga Tionghoa karena semua lini diawasi secara ketat
oleh penjajah terutama kegiatan orang-orang pribumi. Mungkin orang Cina adalah
pendatang jadi penjajah tidak curiga dan tidak akan membantu bagi perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Pasca kemerdekaan secara politik posisi
mereka ngambang walaupun sebenarnya mereka ikut pergolakan lewat kegiatan
perdagangan. Secara sosial budaya sudah tejalin lama hubungan dengan warga
pribumi, mereka bisa menguasia lini-lini tertentu terutama pereonomian sampai
kemerdekaan bahkan pasca kemerdekaan. Secara budaya jalan tanpa prasangka
dengan warga asli, sebenarnya sentimen kebudayaan sudah ada sejak dulu,
sentimen itu lebih mengutamakan transisi kebudayaan mereka. Ini bentuk
eksistensinya mereka yang diterima oleh warga Lasem sejak dulu karena tidak
lepas dari proses perkembangan mereka yang selalu minoritas. Jumlah mereka
sekitar 2,5% seJawa otomatis terbesar populasinya seIndonesia. Berbeda dengan
Pecinan Semarang dan Surabaya yang bisa berkembang dengan cepat karena berada
di Ibu Kota Propinsi yang bisa mendapatkan berbagai fasilitas.
Setelah tahun 1945-1950 posisi mereka tidak
begitu eksis dalam pergolakan kemerdekaan mereka memilih aman saja. Belanda
menang Tionghoa aman, republik ada Tionghoa juga aman karena posisi mereka
belum jelas. Oleh Bung Karno tahun 1950 kebijakan RI sudah mulai terlihat, Soekarno
merekrut semua etnis dan agama serta aliran-aliran politik (komunis dan agamis)
tapi sangat mengenal kapitalis. Masa itu adalah masa yang tidak pernah putus
pergolakan sampai dengan pecahnya peristiwa G 30 S/PKI mereka tetap belum
menonjol, tahun 1965 disini banyak beberapa orang Cina yang masuk PKI, tapi
sebagian kecil yang ikut itupun bikan dijadikan tokoh dalam organisasi ini
namun hanya berpartisipasi saja. Justru orang Jawa sendirilah yang menjadi
tokoh-tokoh PKI di Lasem.
Ketika Lasem menjadi distrik, Rembang adalah
kota administrasi. Lasem lengkap fasilitasnya seperti stasiun, kantor pos,
rumah sakit, dan sebagainya. Sebenarnya plannya sudah bagus, setelah merdeka
mengalami disintegrasi. Etnis Tionghoa disini tidak bisa eksis diluar, karena
tinggal yang tua-tua saja yang tinggal di Lasem, sedangkan yang muda merantau.
Jadi sekarang Lasem sulit berkembang dan cenderung dan keadaannya tetap dari
jaman dulu.
BAB IV
KESIMPULAN
Sebuah
kota bukanlah merupakan hasil cipta satu generasi. Sebuah kota akan terus
tumbuh dari satu generasi ke genersi lainnya. Pada dasarnya bentuk kotayang
ada sekarang merupakan proses interaksi
antar generasi. Bentuk kota yang ada sekarang merupakan lapisan-lapisan (layers)
dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang telah mengalami perkembangan
dan saling bertumpukan (superimposed). Jadi bentuk kota sesungguhnya
merupakan kolasi-kolasi sejarah. Yang penting dalam pemekaran sebuah kota
adalah bagaimana menciptakan suatu perkembangan yang mampu memberikan kesan yang
berkesinambungan bagi warga atau
penghuninya.
Dalam bidang
perekonomian, etnis Cina di pecinan Lasem sangat membantu dalam mengembangkan
kota Lasem, dalam bidang perdagangan dan produksi. Sehingga etnis Cina di
pecinan Lasem merupakan penunjang dalam laju perekonomian kawasan pecinan
bahkan kecamatan Lasem.
Lasem
sebuah kota tua yang sudah berumur ratusan tahun. Perkembangan kotanya dari
satu generasi ke generasi lainnya selalu dipicu oleh perkembangan permukiman
orang China yang disusul dengan pendirian kelenteng sebagai pusat orientasi
kehidupan masyarakatnya (pada waktu itu).
Sekarang
perkembangan kota Lasem seolah-olah mengalami suatu diskontinuitas dengan masa
lalunya. Oleh sebab itu pengetahuan perkembangan kota dimasa lalu perlu
dicermati sebagai bekal untuk perkembangan dimasa datang. Kota Lasem sekarang
ini seolah-olah mengalami suatu disorientasi dalam perkembangannya. Dengan
mengambil kelenteng sebagai salah satu ‘tengaran’ (landmark), diharapkan
bisa dipakai sebagai pemicu dalam menciptakan kembali sense of continuity bagi
perkembangan kota nya. Tentu saja dalam alam reformasi ini kita harus
menghilangkan prasangka dan mengedepankan pluralitas yang hidup dalam
masyarakat yang majemuk ini.
Searah jarum jam: Aris, Aji', Agung, Bp.Supriyono (penjaga Klenteng Poo An Bio), Deny |
Warning!! HAK CIPTA KARYA ADA PADA PENULIS HARAP MENCANTUMKAN SUMBER BLOG (LINK BLOG) APABILA MEMPERGUNAKANNYA UNTUK KEPENTINGAN ILMU PENGETAHUAN
DAFTAR
PUSTAKA
Unjia, M. Akrom. 2008. Lasem, Negeri Dampo Awang. Rembang : _
Hasil wawancara dengan :
·
Bapak Muhari
(kepala desa Karang Turi)
·
Bapak Suwanto
(keamanan desa/BABINSA Karang Turi)
·
Bapak Supardi
(perangkat desa)
·
Bapak Edi
Suyanto/Liem Peng Sun (Ketua RT 2 desa Karang Turi)
·
Bapak Slamet
Wijaya (sejarahwan Lasem)
·
Bapak Akrom
Munjia dan bapak Erwantoro (Penulis buku dan Anggota Fokmas)
·
Bapak
Supriyono (Penjaga klenteng Poo An Bio Karang Turi).
Sip!!!!! Ayo ramekno Lasem Fest 2013 ben kampung pecinan karangturi ogak sepi. (suara wong Lasem). hehehehe #LCHS
ReplyDeletesetujuuu :)
ReplyDelete